Kejujuran, Solidaritas, dan Toleransi: Warisan Abadi Frans Seda

Fransiskus Xaverius Seda, atau lebih dikenal sebagai Frans Seda, merupakan salah satu tokoh bangsa yang namanya tetap harum hingga kini. Lahir di Maumere, Flores, pada 4 Oktober 1926, ia tumbuh dalam keluarga sederhana yang menjunjung tinggi pendidikan dan iman Katolik. Latar belakang ini membentuk dirinya sebagai pribadi yang jujur, berintegritas, peduli pada sesama, serta memiliki kepedulian yang mendalam pada pendidikan. Nilai-nilai tersebut menjadi warisan moral yang tetap relevan dan bahkan semakin penting bagi masyarakat Indonesia masa kini.
Kejujuran dan integritas adalah ciri khas Frans Seda. Ketika menjabat sebagai Menteri Keuangan pada masa Orde Baru, ia menghadapi tantangan berat berupa hiperinflasi lebih dari 600 persen. Namun, dengan kebijakan yang tegas dan berlandaskan integritas, ia berhasil menstabilkan keuangan negara. Nilai ini jelas masih dibutuhkan sekarang. Transparency International (2023) mencatat skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia hanya 34 dari 100, yang menunjukkan bahwa praktik korupsi masih menjadi persoalan serius. Keberanian Frans Seda menolak praktik kotor adalah teladan yang patut ditiru, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Pendidikan antikorupsi, keteladanan pemimpin, dan sistem yang transparan adalah cara implementasi nilai integritas ini dalam masyarakat modern.
Selain itu, Frans Seda juga menekankan pentingnya solidaritas dan kepedulian sosial. Ia percaya bahwa bangsa hanya bisa maju apabila warganya saling peduli. Wujud nyatanya terlihat dalam pendirian Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, yang hingga kini menjadi salah satu universitas swasta terkemuka di Indonesia. Di tengah kesenjangan sosial yang masih nyata—dengan gini ratio Indonesia pada 2023 tercatat 0,388 menurut BPS—nilai solidaritas ini menjadi sangat penting. Ajaran Kitab Suci, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Galatia 6:2), semakin meneguhkan bahwa kepedulian sosial bukan hanya pilihan, melainkan panggilan moral. Gerakan beasiswa, pembangunan komunitas berbasis gotong royong, dan aksi kemanusiaan menjadi bentuk nyata implementasi nilai ini.
Nilai toleransi dan persatuan bangsa juga sangat kental dalam diri Frans Seda. Sebagai seorang Katolik awam, ia aktif dalam Konferensi Waligereja Indonesia dan gencar mendorong dialog lintas agama. Baginya, keberagaman adalah kekuatan, bukan alasan untuk terpecah. Relevansi nilai ini semakin terasa di era digital, ketika intoleransi dan ujaran kebencian mudah tersebar di media sosial. Setara Institute (2022) mencatat berbagai kasus intoleransi berbasis agama masih sering terjadi. Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama harus terus ditegakkan, dan salah satu caranya adalah dengan menghidupkan dialog antar agama serta pendidikan karakter berbasis Bhinneka Tunggal Ika.
Lebih dari itu, Frans Seda percaya bahwa pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Ia mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk dunia pendidikan karena meyakini bahwa tanpa pendidikan yang berkualitas, bangsa tidak akan mampu bersaing. Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menunjukkan kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata OECD. Hal ini membuktikan bahwa nilai perjuangan Frans Seda dalam pendidikan masih sangat relevan. Implementasinya dapat dilakukan melalui peningkatan akses pendidikan yang merata, peningkatan kualitas guru, serta pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran untuk mempersiapkan generasi emas 2045.
Nilai-nilai yang dihidupi Frans Seda terbukti mampu memberikan kontribusi besar pada bangsa. Ia menyelamatkan ekonomi Indonesia di masa krisis, membangun sektor transportasi, mengembangkan pendidikan, serta menjadi teladan pemimpin yang jujur dan sederhana. Semua ini menunjukkan bahwa nilai kejujuran, solidaritas, toleransi, dan kepedulian pada pendidikan tidak pernah usang. Justru, di tengah tantangan korupsi, ketimpangan sosial, intoleransi, dan lemahnya mutu pendidikan, nilai-nilai tersebut semakin mendesak untuk diwujudkan.
Warisan Frans Seda adalah pesan moral bagi kita semua bahwa seorang pemimpin sejati bukanlah mereka yang mencari keuntungan pribadi, melainkan mereka yang berjuang demi kebaikan bersama. Dengan meneladani kejujuran, solidaritas, toleransi, dan kepedulian terhadap pendidikan yang ia hidupi, masyarakat Indonesia akan memiliki fondasi kuat untuk membangun bangsa yang lebih adil, bersatu, dan maju. Jika nilai-nilai ini benar-benar dijalankan, maka cita-cita mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan bermartabat bukan sekadar angan, melainkan kenyataan yang dapat dicapai.