Raden Ayu Maria Soelastri Soejadi Damasoepoetra Sasraningrat sangat berperan dalam perjuangan perempuan Katolik dalam memperjuangkan harkat dan martabat wanita serta mendirikan Poesara Wanita Katholiek yang nantinya akan menjadi WKRI. Meski tidak berperan secara langsung dalam perjuangan kemerdekaan, beliau berperan dalam reformasi sosial yang lebih adil dan sejahtera bagi rakyat. Dengan berjuang untuk perbaikan kondisi kerja, upah yang layak, serta perlindungan buruh, secara tidak langsung beliau melawan sistem eksploitasi yang melekat pada era penjajahan, menjadikan Indonesia tempat yang lebih baik. Secara keseluruhan, perjuangan Raden Ayu merupakan bagian dari narasi yang lebih besar karena kemajuan perempuan merupakan prasyarat bagi kemajuan bangsa secara keseluruhan.
Organisasi WKRI merupakan bagian dari gelombang gerakan perempuan pra-kemerdekaan yang memiliki tujuan yang sama dengan perjuangan nasionalis. WKRI berfokus pada isu-isu seperti pendidikan perempuan, penghapusan buta huruf, dan perbaikan kondisi sosial. Pada tahun 1928, WKRI, yang saat itu masih Poesara Wanita Katholiek, berpartisipasi dalam Kongres Perempuan Indonesia I yang merupakan tonggak sejarah penting dalam persatuan gerakan perempuan di Indonesia.
Nilai luhur yang dapat diteladani dari sosok Raden Ayu Maria Soelastri Soejadi Damasoepoetra Sasraningrat adalah sebagai seorang perempuan Jawa berdarah bangsawan, ia menunjukkan bagaimana tatakrama, tradisi luhur, dan spiritualitas dapat berpadu dengan semangat modernitas serta keterbukaan terhadap perubahan. Dedikasi oleh Raden Ayu sebagai pendidik dan pelestari budaya mengajarkan pentingnya menjaga warisan leluhur tanpa menutup diri dari perkembangan jaman
Salah satu perjuangan Raden Ayu yang diingat adalah membela kesejahteraan buruh perempuan di pabrik cerutu dan pabrik gula Yogyakarta mencerminkan kepedulian sosial yang berlandaskan ajaran Gereja, sekaligus menegaskan komitmen pada keadilan dan martabat manusia. Nilai pengabdian, tanggung jawab, dan keberanian Raden Ayu dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, serta keteguhan dalam menjunjung harkat sesama inilah yang menjadikan tokoh Raden Ayu sebagai teladan khususnya bagi generasi penerus yang ingin mengabdi bagi masyarakat dengan cara yang bermartabat dan berkeadilan.
Perjuangan Raden Ayu dapat dibaca selaras dengan dasar Kitab Suci dimana perjuangannya membela kaum buruh perempuan mencerminkan ajakan Nabi Mikha untuk berlaku adil, setia, dan rendah hati di hadapan Allah. Ia tidak hanya membela hak-hak kaum kecil, tetapi juga meneguhkan martabah manusia melalui dialog dan kerja sama. Cerita ini dapat ditemukan dalam Kitab Mikha 6:8. Selain kitab Mikha, Matius 25:40 juga berhubungan dengan tokoh Raden Ayu dimana apa yang dilakukan untuk sesama yang lemah, sama artinya dilakukan untuk Tuhan Sendiri.
Sikap Raden Ayu yang tetap berpijak pada tradisi luhur namun terbuka terhadap perkembangan zaman sejalan dengan semangat dalam kitab Amsal 1:7 mengingatkan bahwa takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, dan Raden Ayu menghadirkan teladan bagaimana kebijaksanaan iman dapat berjalan berdampingan dengan modernitas. Ia menunjukkan bahwa perubahan tidak harus meninggalkan nilai, melainkan dapat memperkaya cara manusia mengabdi kepada masyarakat.
Kasih yang ditemukan dalam Raden Ayu sesuai dengan cerita di Yohanes 15:12 yang menegaskan, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” Kasih inilah yang mewarnai perjuangannya, baik dalam dunia pendidikan, budaya, maupun keterlibatannya membelai kaum kecil. Dengan demikian, dalam perspektif nilai Kitab Suci, kami dapat memahami bahwa Raden Ayu memberi teladan nyata bagaimana iman yang berakar pada Kitab Suci dapat diwujudkan dalam keterlibatan sosial, berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai perjuangan Raden Ayu, yakni belarasa terhadap kaum miskin dan tertindas, ketekunan dalam pelayanan meski menghadapi keterbatasan, kerendahan hati dan solidaritas dengan mereka yang terpinggirkan, ketaatan pada iman Katolik, serta ajaran sosial Gereja, sejajar dengan semangat tokoh bangsa lainnya. Meski begitu, perjuangannya bersifat unik karena datang dari perspektif seorang perempuan bangsawan yang rela merakyat demi rakyat. Nilai-nilai perjuangan dan pelayanannya berlandaskan nilai-nilai Vinsensian terutama matiraga, kerendahan hati, dan semangat menyelamatkan jiwa-jiwa. Meski berasal dari keluarga bangsawan, Raden Ayu Maria Soelastri Soejadi tidak segan turun tangan untuk melayani kaum buruh yang terpinggirkan sebab Kristus hadir secara nyata dalam diri mereka. Melayani kaum miskin berarti melayani Kristus secara langsung, yang juga berarti melawan ketidakadilan dalam dunia ini, terutama dalam melawan kemiskinan dan penindasan terhadap rakyat kecil yang lemah dan terpinggirkan.