Artikel Anakletus Tjilik Riwut – Kelompok 5

Artikel Anakletus Tjilik Riwut – Kelompok 5

“Berlayar dengan biduk yang ada, berdayung dengan kayuh yang ada, namun harus dapat tiba di tepi pantai dengan selamat.”

ANAKLETUS TJILIK RIWUT

Anakletus Tjilik Riwut adalah seorang pejuang identitas Dayak sekaligus merupakan penjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kisah hidupnya mewariskan nilai-nilai luhur seperti semangat persatuan, pelestarian budaya, cinta tanah air, dan pengabdian kepada masyarakat. Tentunya nilai – nilai tersebut masih sangat relevan hingga saat ini. Hal tersebut tidak cukup untuk hanya kita ingat tetapi juga perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari – hari. Kehidupan Tjilik Riwut menunjukkan bahwa identitas lokal dan nasionalisme dapat saling menguatkan. Nilai-nilai yang ia perjuangkan menawarkan solusi konkret terhadap tantangan modern seperti polarisasi politik, derasnya arus budaya asing, dan potensi lunturnya kepedulian sosial.

Semangat persatuan yang diperjuangkan Tjilik Riwut adalah jawaban langsung atas tantangan polarisasi akibat politik identitas dan berita bohong (hoax) yang marak di era digital. Di masa ketika perbedaan seringkali dimanfaatkan untuk memecah belah, semangat untuk menjadi “satu” dalam keberagaman menjadi hal yang paling penting dan diperlukan. Perjuangan Tjilik Riwut mendirikan Kalimantan Tengah sebagai “rumah” bagi masyarakat Dayak dalam bingkai NKRI membuktikan bahwa persatuan tidak menuntut keseragaman, melainkan penghargaan atas keunikan setiap unsur bangsa. Penerapannya dapat dimulai dari lingkungan terdekat dengan membangun hubungan antar individu, yakni dengan saling menghormati antar suku, agama, dan golongan. Kita juga dapat secara aktif mempromosikan narasi persatuan di media sosial dan menolak konten yang bersifat provokatif. Sama seperti yang tercermin dalam sila ketiga Pancasila, “Persatuan Indonesia,” dan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika.”

Kemudahan penyebaran informasi di era globalisasi ini mampu meningkatkan peluang masuknya budaya asing ke Indonesia. Nilai pelestarian budaya yang dihidupi Tjilik Riwut sangat relevan agar bangsa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya. Ia melihat budaya lokal bukan sebagai sesuatu yang kuno, melainkan sebagai karakter bangsa. Filosofi “Huma Betang” (rumah panjang) yang dianut oleh Tjilik Riwut berhasil merangkul semua orang untuk hidup bersama dalam harmoni. Hal tersebut menjadi bukti bahwa kearifan lokal memiliki nilai yang tak lekang oleh waktu. Generasi muda dapat menjadi garda terdepan dengan memanfaatkan teknologi untuk mendokumentasikan, mempromosikan, dan bahkan menginovasi budaya lokal hingga dapat dikenal oleh dunia.

Zaman yang serba modern ini telah merubah cara pandang kita terhadap nilai cinta tanah air. Cinta tanah air di zaman yang serba modern ini, tidak melulu diartikan sebagai perjuangan fisik mengangkat senjata. Namun, cinta tanah air masih dapat kita gunakan sebagai pendorong untuk berkontribusi aktif bagi kemajuan bangsa di bidang masing-masing. Tjilik Riwut menunjukkan bahwa mencintai Indonesia berarti membangun daerahnya dan bekerja untuk kesejahteraan bersama. Bagi generasi muda, menerapkan nilai ini dapat diwujudkan melalui tindakan sederhana namun berdampak, seperti membeli produk lokal, menaati peraturan, membayar pajak, serta menjaga fasilitas umum. Bagi seorang katolik, cinta tanah air adalah bentuk tanggung jawab spiritual. Sebagaimana tertulis dalam Yeremia 29:7, dimana Tuhan mengajak kita untuk “mengusahakan kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.”

Selain merubah cara pandang, zaman modern juga telah merubah manusia menjadi lebih individualis, dimana setiap orang berlomba – lomba untuk mendapatkan posisi terbaik bagi dirinya sendiri. Dari Tjilik Riwut, kita dapat meneladani kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Hal tersebut memiliki nilai relevansi yang sangat tinggi, terutama untuk mengikis praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Nilai ini juga dapat diterapkan dalam berbagai skala, mulai dari menjadi relawan di kegiatan sosial, menjadi pengurus RT/RW yang amanah, hingga menjadi pejabat publik yang berintegritas. Prinsip dasarnya adalah kesediaan untuk rela mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran demi kebaikan bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top